BAB I
PENDAHULUAN
Kelahiran Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu nikmat terbesar bagi umat Islam. Berkaitan dengan hal tersebut, tepatnya setiap tanggal 12 Rabiul Awwal, umat Islam nusantara mempunyai tradisi yang unik dan khusus untuk menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Begitu juga didaerah Kalimantan selatan memiliki acara yang khusus untuk menyambut hari tersebut yaitu acara baayun maulid
Kita harus mengenalkan budaya banjar beayun ini sejak dini, kepada anak – anak usia sekolah dan membiasakan mereka untuk mengenal dan mengetahui budaya beayun maulid ini seperti halnya anak-anak mengenal kain sasirangan. Kita ingat kata pepatah “tak kenal maka tak sayang” oleh karena itulah kita harus sering-sering membiasakan masyarakat terhadap beayun maulid ini agar tetap menjadi budaya masyarakat banjar di kalimantan selatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Baayun Mulid
Baayun Mulid terdiri dari dua kata, yaitu baayun dan mulid. Kata Baayun berarti melakukan aktivitas ayunan/buaian. Aktivitas mengayun bayi biasanya dilakukan oleh seseorang untuk menidurkan anaknya. Dengan diayun-ayun, seorang bayi akan merasa nyaman sehingga ia akan dapat tidur dengan lelap. Sedangkan kata mulid (dari bahasa Arab maulud) merupakan ungkapan masyarakat Arab untuk peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, kata Baayun Mulid mempunyai arti sebuah kegiatan mengayun anak (bayi) sebagai ungkapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW sang pembawa rahmat bagi sekalian alam.
B. Sejarah Baayun Mulid
Menurut catatan sejarah, Baayun Anak semula adalah upacara peninggalan nenek moyang yang masih beragama Kaharingan. Sejarawan Banjar, H. A. Gazali Usman menyatakan tradisi ini semula hanya ada di Kabupaten Tapin (khususnya di Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara). Namun kemudian, berkembang dan dilaksanakan diberbagai daerah di Kalimantan Selatan.
Tradisi ini menjadi penanda konversi agama orang-orang Dayak yang mendiami Banua Halat dan daerah sekitarnya, yang semula beragama Kaharingan kemudian memeluk agama Islam. Karena itu upacara Baayun Anak tidak bisa dilepaskan dari sejarah masuknya Islam ke daerah ini.
Sebagaimana diketahui, setelah Islam diterima dan dinyatakan sebagai agama resmi kerajaan oleh pendiri kerajaan Islam Banjar, Sultan Suriansyah, pada tanggal 24 September 1526, maka sejak itulah Islam dengan cepat berkembang, terutama di daerah-daerah aliran pinggir sungai (DAS) sebagai jalur utama transportasi dan perdagangan ketika itu. Jalur masuknya Islam ke Banua Halat adalah, jalur lalu lintas sungai dari Banjarmasin ke Marabahan, Margasari, terus ke Muara Muning, hingga Muara Tabirai sampai ke Banua Gadang. Dari Banua Gadang dengan memudiki sungai Tapin sampailah ke kampung Banua Halat. Besar kemungkinan Islam sudah masuk ke daerah ini sekitar abad ke-16.
Sebelum Islam masuk, orang-orang Dayak Kaharingan yang berdiam di kampung Banua Halat biasanya melaksanakan acara Aruh Ganal. Upacara ini dilaksanakan secara meriah dan besar-besaran ketika pahumaan menghasilkan banyak padi, sehingga sebagai ungkapan rasa syukur sehabis panen mereka pun melaksanakan Aruh Ganal, yang diisi oleh pembacaan mantra dari para Balian. Tempat pelaksanaan upacara adalah Balai.
Setelah Islam masuk dan berkembang serta berkat perjuangan dakwah para ulama, akhirnya upacara tersebut bisa “diislamisasikan”. Sehingga jika sebelumnya upacara ini diisi dengan bacaan-bacaan balian, mantra-mantra, doa dan persembahan kepada para dewa dan leluhur, nenek moyang di Balai, akhirnya digantikan dengan pembacaan syair-syair maulud, yang berisi sejarah, perjuangan, dan pujian terhadap Nabi Muhammad SAW, dilaksanakan di masjid, sedangkan Sistem dan pola pelaksanaan upacara tetap. Akulturasi terhadap tradisi ini terjadi secara damai dan harmonis serta menjadi substansi yang berbeda dengan sebelumnya, karena ia berubah dan menjadi tradisi baru yang bernafaskan Islam.
Realitas ini menandai dan menjadi pelajaran penting bagi juru dakwah sekarang, bahwa kehadiran dakwah pada prinsipnya tidak hanya menjadikan manusia yang didakwahi (mad’u) sebagai seorang Muslim, akan tetapi juga menjadikan etos, budaya, adat-istiadat, semangat, prilaku, pola hidup, sistem, dan semua yang melingkupi kehidupan masyarakat agar sesuai dengan ajaran Islam. Karena itu, jika gerakan menyeru manusia kepada ajaran Islam agar mereka menjadi seorang muslim diistilahkan dengan “dakwah”, sedangkan gerakan untuk menjadikan Islam sebagai pola dasar serta pijakan bagi kehidupan manusia disebut dengan istilah “Islamisasi”. Inilah yang disinggung oleh Alquran dengan perintah agar kita masuk ke dalam Islam secara kaffah, tidak hanya keyakinan (agama) akan tetapi juga sistem hidup.
Upacara ini dilakukan di dalam masjid, pada ruangan tengah masjid dibuat ayunan yang membentang pada tiang-tiang masjid. Ayunan yang dibuat ada tiga lapis, lapisan atas digunakan kain sarigading (sasirangan), lapisan tengah kain kuning (kain belacu yang diberi warna kuning dari sari kunyit), dan lapisan bawah memakai kain bahalai (kain panjang tanpa sambungan jahitan).
Pada bagian tali ayunan diberi hiasan berupa anyaman janur berbentuk burung-burungan, ular-ularan, katupat bangsur, halilipan, kambang sarai, rantai, hiasan-hiasan mengunakan buah-buahan atau kue tradisional seperti cucur, cincin, kue gelang, pisang, kelapa, dan menggunakan kain yang dihiasi janur pohon nipah, janur pohon kelapa serta janur pohon enau. janur dibentuk mirip tangga puteri, tangga pangeran, payung singgasana, patah kangkun, gelang-gelang serta hal-hal lain yang berkenaan dengan aksesoris kerajaan. jika proses Ba’ayun Maulud selesai, ayunan yang juga dihiasi aneka buah seperti pisang, kue cincin dan uang pecahan, bisa mereka bawa pulang.
Kepada setiap orang tua yang mengikutsertakan anaknya pada upacara ini harus menyerahkan piduduk, yaitu sebuah sasanggan yang berisi beras kurang lebih tiga setengah liter, sebiji gula merah, sebiji kelapa, sebiji telur ayam, benang, jarum, sebongkah garam, dan uang perak. Piduduk ini bukan maksud untuk musyrik tetapi nanti akan dimakan beramai-ramai oleh orang yang hadir. Upacara baayun mulud ini sudah merupakan upacara tahunan yang selalu digelar bersama-sama oleh masyarakat Banjar.
Peserta baayun mulid ini tidak terbatas pada bayi yang ada di kampung yang melaksanakan saja, tetapi boleh saja peserta dari kampung lain ikut meramaikan. Bahkan saat ini ada saja orang yang sudah tua ikut baayun karena mereka merasa waktu kecil dulu tidak sempat ikut upacara baayun mulud. Dalam upacara nanti akan dibacakan berbagai syair, seperti syair barzanji, syair syarafal anam, dan syair diba‟i. Anak-anak yang ingin diayun akan dibawa saat dimulai pembacaan asyarakal, si anak langsung dimasukkan ke dalam ayunan yang telah disediakan.
Saat pembacaan asyarakal dikumandangkan, anak dalam ayunan diayun secara perlahan-lahan dengan cara menarik selendang yang diikat pada ayunan. Maksud diayun pada saat itu adalah untuk mengambil berkah atas kemuliaan Nabi Muhammad SAW, orang tua yang hadir berharap anak yang diayun menjadi umat yang taat, bertakwa kepada Allah SWT dan RasulNya.
Upacara baayun mulid dilaksanakan pada pagi hari dimulai pukul 10.00, lebih afdhol apabila dilaksanakan bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal. Bagi orang tua yang mendapat kesempatan untuk mengikutsertakan anaknya dalam upacara ini akan merasa sangat bahagia dan beruntung.
Tradisi yang dilakukan secara massal ini sebagai pencerminan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat bagi sekalian alam, upacara ini diibatkan melakukan penyambutan berupa puji-pujian yang diucapkan dalam syair-syair merdu.
Jadi, Baayun Mulid merupakan sebuah tradisi yang dapat dimaknai sebagai suatu upaya menyampaikan ajaran Islam dengan mengakomodir budaya lokal serta lebih menyatu dengan lingkungan hidup masyarakat setempat. Bagaimana pun dakwah kultural menghendaki adanya kecerdikan dalam memahami kondisi masyarakat dan kemudian mengemasnya sesuai dengan pesan-pesan dakwah Islam.
C. Dialektika Agama dan Budaya
Agama dan budaya adalah dua hal yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Pertama, agama mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya; nilainya adalah agama, tetapi simbolnya adalah kebudayaan. Kedua, budaya dapat mempengaruhi simbol agama. Ketiga, kebudayaan dapat menggantikan sitem nilai dan simbol agama.
Agama dan kebudayaan mempunyai dua persamaan, yaitu, keduanya adalah sitem nilai dan sistem simbol dan keduanya mudah sekali terancam setiap kali ada perubahan. Agama, dalam perspektif ilmu-ilmu sosial adalah sebuah sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas, yang berperan besar dalam menjelaskan struktur tata normatif dan tata sosial serta memahamkan dan menafsirkan dunia sekitar. Sementara seni tradisi merupakan ekspresi cipta, karya, dan karsa manusia (dalam masyarakat tertentu) yang berisi nilai-nilai dan pesan-pesan religiusitas, wawasan filosofis dan kearifan lokal (local wisdom).
Baik agama maupun kebudayaan, pada prinsipnya sama-sama memberikan wawasan dan cara pandang dalam menyikapi kehidupan agar sesuai dengan kehendak Tuhan dan kemanusiaannya. Misalnya, dalam menyambut anak yang baru lahir, Islam memberikan wawasan untuk melaksanakan tasmiyah (pemberian nama) dan akikah (penyembelihan hewan) bagi anak tersebut, sementara kebudayaan lokal urang Banjar yang dikemas dalam bentuk tradisi baayun anak yang disandingkan dengan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw atau maulid Rasul (sehingga kemudian menjadi Baayun Maulid) memberikan wawasan dan cara pandang lain, tetapi memiliki tujuan yang sama, yaitu mendoakan agar anak yang diayun menjadi anak yang berbakti, anak yang saleh, yang mengikuti Nabi Saw sebagai uswah hasanah dalam kehidupannya kelak.
Baayun anak adalah proses budaya yang menjadi salah satu simbol kearifan dakwah ulama Banjar dalam mendialogkan makna hakiki ajaran agama dengan budaya masyarakat Banjar. Maulid adalah simbol agama dan menjadi salah satu manifestasi untuk menanamkan, memupuk, dan menambah kecintaan sekaligus pembumian sosok manusia pilihan, manusia teladan, Nabi pembawa Islam, untuk mengikuti ajaran dan petuahnya. Sedangkan baayun anak penterjemahan dari manifestasi tersebut, karena dalam baayun anak terangkum deskripsi biografi Nabi Saw sekaligus doa, upaya, dan harapan untuk meneladaninya.
Baayun anak juga wujud nyata geneus lokal dalam menterjemahkan hadits dan perintah Nabi untuk menuntut ilmu sejak dari buaian (ayunan). “Tuntutlah ilmu dari sejak dalam buaian (ayunan) hingga liang lahat”. Ilmu yang dituntut adalah ilmu yang telah dianjurkan oleh Nabi; mencakup ilmu dunia dan ilmu akhirat. “Barangsiapa yang ingin memperoleh kebaikan (kebahagiaan) di dunia, maka tuntutlah ilmu; dan barangsiapa yang ingin mendapatkan kebaikan di akhirat, maka tuntutlah ilmu; dan barangsiapa yang ingin memperoleh kebaikan di kedua-duanya, maka tuntutlah ilmu” (HR. Imam Muslim).
Berdasarkan kenyataan di atas, yang dikehendaki dari terjadinya dialektika antara agama dan kebudayaan adalah dua hal yang sama-sama menguntungkan, katakanlah win-win solution, bukan hal-hal yang menegangkan, apalagi merugikan. Sebab, harmonisasi antara keduanya; agama akan memberikan warna (spirit) pada kebudayaan, sedangkan kebudayaan memberi kekayaan terhadap agama.
Oleh karenanya, ketika terjadi ketegangan dan pertikaian, disebabkan oleh seni, tradisi, budaya lokal atau adat-istiadat yang tidak sejalan dengan agama, diperlukan rekonsialisasi melalui sentuhan dakwah, yang sekarang dikenal sebagai pendekatan dakwah kultural. Dakwah kultural adalah dakwah bijak untuk mempertemukan (mengislamisasikan) tradisi budaya agar tidak bertentangan dengan ajaran agama. Jadi, dakwah kultural tidak hanya sebatas mengunakan medium seni budaya. Atau sebagai suatu upaya menyampaikan ajaran Islam dengan mengakomodir budaya lokal serta lebih menyatu dengan lingkungan hidup masyarakat setempat. Namun, dakwah kultural menghendaki adanya kecerdikan dalam memahami kondisi masyarakat dan kemudian mengemasnya sesuai dengan pesan-pesan dakwah Islam. Sehingga, dengan begitu, sebuah tradisi tetap akan terjaga dan lestari, dan tentu saja tidak bertentangan dengan ajaran agama, sebagaimana halnya dengan tradisi baayun anak.
Dengan demikian, baayun anak adalah salah satu simbol pertemuan antara tradisi dan ajaran agama. Mengayun anak, jelas sebuah tradisi lokal yang dilakukan oleh masyarakat Banjar dan Dayak secara turun-temurun dari dulu hingga sekarang untuk menidurkan anak-anak. Sedangkan memberi nama anak, berdoa, membaca shalawat, ataupun membaca Alquran, dan silaturrahmi merupakan anjuran dan perintah agama. Kedua ritus, secara harmoni telah bersatu dalam kegiatan baayun anak, yang bahkan secara khusus dilaksanakan pada bulan Rabiul Awal (bulan Maulid) sebagai peringatan sekaligus penghormatan atas kelahiran Nabi Muhammad Saw.
Inilah dialetika agama dan budaya, budaya berjalan seiring dengan agama dan agama datang menuntun budaya.
Sehingga dengan model relasi yang seperti itu mereka tetap menjaga dan melestarikan sebuah tradisi dengan prinsip “setiap budaya yang tidak merusak akidah dapat dibiarkan hidup”, sekaligus mewariskan dan menjaga nilai-nilai dasar kecintaan umat kepada Nabi Muhammad Saw, untuk dijadikan panutan dan teladan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berpemerintahan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Baayun Mulid terdiri dari dua kata, yaitu baayun dan mulid. Kata Baayun berarti melakukan aktivitas ayunan/buaian. Sedangkan kata mulid (dari bahasa Arab maulud) merupakan ungkapan masyarakat Arab untuk peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Baayun Anak semula adalah upacara peninggalan nenek moyang yang masih beragama Kaharingan dan tradisi ini semula hanya ada di Kabupaten Tapin (khususnya di Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara). Namun kemudian, berkembang dan dilaksanakan diberbagai daerah di Kalimantan Selatan. Kemudian setelah kerajaan islam masuk dan berkembang tradisi yang dulunya dengan bacaan mantra-mantra sekarang diislamisasikan.
DAFTAR PUSTAKA
http://zuljamalie.blogdetik.com/2008/08/04/kearifan-lokal-dan-akulturasi-agama-dalam-tradisibaayun-maulid/
http://alchemist08.files.wordpress.com/2010/06/beayun-maulud1.pdf,
http://www.lautanindonesia.com/forum/index.php?topic=87669.0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar