Senin, 26 Maret 2012

Guru sebagai pembangkit motivasi belajar bagi siswa di kelas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peran seorang guru pada pengelolaan kelas sangat penting khususnya dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru memegang dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan pengelolaan kelas.Tugas sekaligus masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala usaha membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu seperti prestasi belajar murid rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai dalam rangka proses pembelajaran. Karena itu maka setiap guru dituntut memiliki kemampuan dalam mengelola kelas.
B. Rumusan Masalah
1. Guru Sebagai Pembangkit Motivasi Belajar Bagi Siswa di Kelas
2. Guru Sebagai Pembimbing Siswa
3. Peran Guru Dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas
C. Tujuan/Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah menyelesaikan tugas dari dosen yang bersangkutan, guna melengkapi materi perkuliahan yang diberikan. Serta menambah pengetahuan dan semoga bermanfaat bagi semua.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Guru Sebagai Pembangkit Motivasi Belajar Bagi Siswa di Kelas
Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan.
Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik:
1. Pertama Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
2. Kedua Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya.
Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2. Hadiah
Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
3. Saingan/kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
5. Hukuman
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
Menurut saya, motivasi dari dalam siswa dapat dibentuk jika seorang guru/pendamping mampu membuat suatu pelajaran tersebut menyenangkan bagi siswa. Caranya bisa melalui permainan, simulasi, menonton film, interaksi langsung dengan alam, penggunaan media-media interaktif dan sebisa mungkin justru menghindari hukuman.
Hukuman tidak efektif untuk membentuk perilaku, jadi sebaiknya justru dihindari, lebih baik menggunakan sistem pujian atau hadiah. Hukuman hanya akan memberikan rasa takut pada siswa, padahal rasa takut adalah penghambat seseorang untuk belajar.
B. Guru Sebagai Pembimbing Siswa
Guru berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mandiri dan produktif. Siswa adalah individu yang unik. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, akan tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Di samping itu setiap individu juga adalah makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.
Hubungan guru dan siswa seperti halnya seorang petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanaman itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama penyakit yang dapat menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, yaitu dengan cara menyemai, menyiram, memberi pupuk dan memberi obat pembasmi hama. Demikian juga halnya dengan seorang guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi ”itu” atau jadi ”ini”. Siswa akan tumbuh dan berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya. Inilah makna peran sebagai pembimbing. Jadi, inti dari peran guru sebagai pembimbing adalah terletak pada kekuatan intensitas hubungan interpersonal antara guru dengan siswa yang dibimbingnya.
Lebih jauh, Abin Syamsuddin (2003) menyebutkan bahwa guru sebagai pembimbing dituntut untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching). Berkenaan dengan upaya membantu mengatasi kesulitan atau masalah siswa, peran guru tentu berbeda dengan peran yang dijalankan oleh konselor profesional. Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah siswa yang mungkin bisa dibimbing oleh guru yaitu masalah yang termasuk kategori ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan.
Dalam konteks organisasi layanan Bimbingan dan Konseling, di sekolah, peran dan konstribusi guru sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :
1. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
2. Membantu konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
3. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada konselor.
4. Menerima siswa alih tangan dari konselor, yaitu siswa yang menuntut konselor memerlukan pelayanan khusus. seperti pengajaran/latihan perbaikan, dan program pengayaan.
5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
6. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
7. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Jika melihat realita bahwa di Indonesia jumlah tenaga konselor profesional memang masih relatif terbatas, maka peran guru sebagai pembimbing tampaknya menjadi penting. Ada atau tidak ada konselor profesional di sekolah, tentu upaya pembimbingan terhadap siswa mutlak diperlukan. Jika kebetulan di sekolah sudah tersedia tenaga konselor profesional, guru bisa bekerja sama dengan konselor bagaimana seharusnya membimbing siswa di sekolah. Namun jika belum, maka kegiatan pembimbingan siswa tampaknya akan bertumpu pada guru. Agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai pembimbing, berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Misalnya pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimiliki anak, dan latar belakang kehidupannya. Pemahaman ini sangat penting, sebab akan menentukan teknik dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada mereka.
2. Guru dapat memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan keunikan yang dimilikinya.
3. Guru seyogyanya dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh kehangatan dan saling percaya, termasuk di dalamnya berusaha menjaga kerahasiaan data siswa yang dibimbingnya, apabila data itu bersifat pribadi.
4. Guru senantiasa memberikan kesempatan kepada siswanya untuk mengkonsultasikan berbagi kesulitan yang dihadapi siswanya, baik ketika sedang berada di kelas maupun di luar kelas.
5. Guru sebaiknya dapat memahami prinsip-prinsup umum konseling dan menguasai teknik-tenik dasar konseling untuk kepentingan pembimbingan siswanya, khususnya ketika siswa mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam belajarnya.
C. Peran Guru Dalam Proses Belajar Mengajar di Kelas
Perkembangan baru terhadap pandangan belajar mengajar membawa konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranan dan kompetensinya karena proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingat optimal. Berikut peranan guru yang dianggap paling dominan:
1. Guru sebagai demonstrator
Melalui perannya sebagai demonstrator atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkanya serta senantiasa mengembangkanya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam ilmu yang dimiliki karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai siswa.
2. Guru sebagai pengelola kelas
Dalam peranya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkunagn belajar serat merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan pendidikan. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang, dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
3. Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar yang diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran disekolah.
4. Guru sebagai evaluator
Guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik, kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Guru adalah front terdepan dalam pelaksanaan pendidikan. Operasional pendidikan pada tingkatan mikro atau lapis dasar (gras root) adalah ditingkat institusional atau satuan pendidikan dan instruksional. Namun ada kecenderungan guru tersisihkan dari peranannya sebagai pihak yang terdepan, termasuk kaitannya dengan EBTA, EBTANAS, UAN, UNAS, UAS-BN atau apapun namanya.
Guru sebagai pihak yang berada ditingkat instruksional berhadapan langsung dengan peserta didik dalam proses instruksional harus memperoleh otonomi pedagogis dan profesional untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai pendidik.
Guru sebagai perancang pengajaran, manager pengajaran, pengarah pembelajaran, pembimbing peserta didik dan penilai hasil belajar, maka merekalah yang sesungguhnya mempunyai otonomi dalam memberikan informasi hasil belajar, tapi kenyataan hingga saat ini guru lebih banya diperlakukan sebagai komponen obyek dan bukan sebagai subyek insan pendidikan. Sudah seharusnya guru memperoleh preoritas sentral dalam pemberdayaan otonomi pedagogisnya dalam mewujudkan kinerja pendidikan.
Mengingat besarnya peran guru pada tingkat institusional dan instruksional, maka guru harus dijadikan sumber informasi proses dan hasil pendidikan dari anak didik yang menjadi tanggung jawabnya. Guru harus diberdayakan dalam keikutsertaannya dalam evaluasi dan proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. Pengelolaan Pengajaran. Cet. V. Ujungpandang: Bintang Selatan, 1994.
Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Cet. VI: Bandung: Rosda Karya, 1995.
Hadi, Sutrisno. Methodologi Research. Jilid I. Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM, 1992.
Abu Ahmadi, dan Ahmad Rohani. Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Sekolah. Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/10/17/peran-guru-sebagai-pembimbing/
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/1926813-peran-guru-pada-pengelolaan-kelas/#ixzz1h8LdfkFH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar